Kerajaan Hindu Buddha di Indonesia
C. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah kerajaan bercorak
Buddha yang berdiri pada abad ke-7 M dan terus berkembang sampai sekitar abad
ke-14. Pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di tepi
suangai Musi di daerah Palembang.
Gambar: Sungai Musi
Menurut George Coedes, seorang sejarawan, menulis
karangan berjudul Le Royaume de Crivijaya
pada tahun 1918 M. Coedes mengatakan bahwa Sriwijaya adalah nama sebuha
kerjaaan di Sumatera Selatan.
Menurut I-sting dari China, seorang peziarah Buddha
dari Cina pada tahun 671 M. bahwa sudah terdapat seribu orang pendeta Buddha di Sriwijaya Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan
upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha,
India. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang
secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.
Dari catatan sejarah dan bukti
arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir
seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara
lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailad, Kamboja, Vietnam, dan
Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai
pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya
atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai
pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.
Gambar: Peta Kerajaan Sriwijaya
1. 1. Sistem
Pemerintahan
Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta
Hyang atau Maharaja, dan dalam lingkaran raja terdapat
secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra
mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan
berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya.
2. 2. Sistem
Ekonomi
Dilihat
dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat
strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan
Cina Sehingga aktivitas perekonomian masyarakatnya tergantung pada pelayaran
dan perdagangan. Di samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat
Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.. Dengan demikian kedudukan Sriwijaya
dalam perdagangan internasional sangat baik. Hal ini juga didukung oleh
pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa. Pada masanya
Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan di
jalur-jalur pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar
yang singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.
Berikut adalah factor-faktor pendukung tumbuh dan berkembangnya Sriwijaya sebagai kerajaan Maritim.
a. Letaknya Sriwijaya starategis
Kerajaan Sriwijaya mampu menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan.
b. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indo China
Kerajaan Funan pada abad ke-5 dan ke-6, merupakan kerajaan maritim yang kuat di kawasan Asia Tenggara dan berkuasa atas Selat Malaka. Hal itulah yang mendorong Sriwijaya untuk membangun kerajaan maritim yang tangguh untuk menjamin keamanan kegiatan pelayaran dan perdagangan ke kawasan Asia Tenggara.
c. Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat.
Perdagangan Sriwijaya berkembang karena terjamin keamanannya. Keamanan perdagangan samudera di Sriwijaya didukung oleh kuatnya armada angkatan laut Kerajaan Sriwijaya.
d. Kekayaan alam Sriwijaya
Sriwijaya menghasilkan cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu.
1. 3. Sistem social dan budaya
Sriwijaya yang merupakan kerajaan
besar penganut agama Budha, serta merupakan pusat agama Budha yang penting di
Asia Tenggara dan Asia Timur. Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya
adalah agama Budha Mahayana. Menurut berita dari
Gambar : Prasasti Kota Kapur ditemukan di
pulau Bangka bagian Barat
Kerajaan Sriwijaya yang letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional juga menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima
berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan
bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno
telah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari
Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia. Penduduk Sriwijaya bersifat
terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi
kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta tradisi dalam
Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan
ajaran Buddha di Asia Tenggara.Selain itu.
Meskipun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat
agama Buddha, tidak banyak peninggalan purbakal seperti candi-candi atau
arca-arca sebagai tada kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
Kerajaan Sriwijaya lebih banyak meninggalkan prasasti di antaranya Prasasti
Kapur, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti Kota Birahi,
Prasasti Ligor, Prasasti Palas Pasemah, Prasasti Nalanda, Prasasti Siddhayatra.
1. Runtuhnya
Kerajaan Sriwijaya
Meskipun telah mapan
dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya, upaya perluasan kegiatan
perekonomian maritim Sriwijaya bukan tanpa hambatan. Sekitar adab ke X-XI M,
terjadi serangan Raja Dharmawangsa dari Kahuripan yang ingin melakukan
perluasan wialyah dan menguasai perdagangan di selat Malaka. Meski berhasil
diatasi, serang lain dari Raja Rayendra Cola dari Kerajaan Cholamandala
sebanyak dua kali tahun 1007M dan 1023 M, membuat Sriwijaya runtuh. Hal ini
tercatat dalam Prasasti Tanjore, yaitu serangan ini terjadi disebabkan oleh
adanya persaingan kekuasaan di Selat Malaka. Selain serangan tersebut, ada
beberapa penyabab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yaitu sebagai berikut :
a. Serangan
Kerajaan Medang Kamulan, Jawa Timur, di bawah Raja Dhaemawangsa pada 990 M.
Saat itu, Sriwijaya diperintaholeh Raja Sudamaniwarwadewa. Meski tidak
berhasil, serangan ini cukup melemahkan Sriwijaya.
b. Negara-negara
yang pernah ditaklukkan, seperti Ligor, Tanah Genting Kra, Kelaten, Pahang,
Jambi, dan Sunda, satu persatu melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Hal
ini tentu saja berakibat pada kemunduran ekonomi dan perdagangan.
c. Terdesak
oleh Kerajaan Thailand yang mengembangkan kekuasaanya sampai Semenanjung
Malaya.
d. Serangan
Majapahit pada 1477 M. dan berhasil menaklukkan Sriwijaya. Sejak itu,
berakhirnya kekuasaan Sriwijaya.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Nah di bawah ini akan dijelaskan mengenai situs sejarah peninggalan Kerajaan Sriwijaya, baik berupa candi, gapura, prasasti, arca dan situs arkeologi lain dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya.
Candi Muara Takus
Candi Muara Takus merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Lokasi Candi Muara Takus terletak di Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau. Candi ini menjadi satu-satunya candi dengan corak Budha di Riau, dengan beberapa bangunan terdiri dari candi sulung, candi bungsu, mahligai stupa, dan palangka. Candi ini dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia sejak tahun 2009 oleh UNESCO.
Candi Muaro Jambi
Candi Biaro Bahal
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Ligor
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Hujung Langit
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Talang Tuwo
Prasasti Leiden
Prasasti Amoghapasha
Prasasti Bukit Siguntang
Prasasti Karang Birahi
Ahmad
Rapanie, Cahyo Sulistianingsih, Ribuan Nata, "Kerajaan Sriwijaya, Beberapa
Situs dan Temuannya", Museum Negeri Sumatera Selatan, Dinas Pendidikan
Provinsi Sumatera Selatan.
Michel. Early Kingdoms of the
Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions
Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132, 130, 124, 113. ISBN
981-4155-67-5, 2006.
S oekmono, R. (2002). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2.
Kanisius. ISBN 979-413-290-X.
Marwati
Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, (1992), Sejarah nasional
Indonesia: Jaman kuna, PT Balai Pustaka, ISBN 979-407-408-X
Kulke, H. (1993). "Kadātuan Śrīvijaya’—Empire or Kraton of Śrīvijaya? A Reassessment of the Epigraphic Data". Bulletin de l’École Française d’Extreme Orient 80 (1): 159-180.
Nia
Kurnia, Sholihat Irfan.1983. Kerajaan Sriwijaya:Pusat Pemerintahannya
dan perkembangannya, .Jakarta: PN Balai
Pustaka,.
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/10/9-prasasti-peninggalan-kerajaan-sriwijaya.html
http://wikipedia/sejarahkerajaansriwijaya/com
Komentar
Posting Komentar